Bagaimana: Orang Tua Melarang Jihad?
Syaikh Ibnu Baz
Pertanyaan:
Saya ingin turut serta berjihad, hal itu
telah membahana di lubuk hati saya, rasanya sudah tidak sabar lagi.
Saya telah mencoba meminta restu ibu saya, tapi beliau tidak setuju.
Karena itu, sering kali hal ini membuat saya kecewa dan saya tidak
bisa men-jauhkan diri dari jihad .. Syaikh yang mulia, angan-angan
saya dalam hidup ini adalah jihad fi sabilillah dan terbunuh di jalan
Allah, tapi ibu saya tidak menyetujui. Tolong beri saya petunjuk ke
jalan yang sesuai. Jazakumullah khairan.
Jawaban:
Jihad anda dengan berbakti (mematuhi) ibu anda adalah jihad yang
besar. Berbaktilah kepadanya dan berbuat baiklah ter-hadapnya,
kecuali bila penguasa menugaskan anda untuk ber-jihad, maka
sambutlah, berdasarkan sabda Nabi صلی الله
عليه وسلم,
"Dan
jika kalian diperintahkan untuk pergi berperang, maka berangkatlah."
(HR. Al-Bukhari dalam Jaza' ash-Shaid (1834); Muslim dalam al-Hajj
(1353)).
Selama penguasa tidak memerintahkan anda, maka
tetaplah anda berbuat baik kepada ibu anda dan menyayanginya. Perlu
diketahui, bahwa berbakti kepadanya termasuk jihad yang agung yang
lebih didahulukan oleh Nabi صلی الله عليه وسلم
daripada jihad fi sabilillah, sebagaimana disebutkan dalam sebuah
hadits shahih dari Rasulullah صلی الله عليه
وسلم, bahwa seseorang berkata kepada
beliau, "Wahai Rasulullah, amal apakah yang paling utama?" Beliau
menjawab,
إِيْمَانٌ بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ
"Beriman kepada Allah dan RasulNya. "
Ditanyakan
lagi, 'Lalu apa lagi? "Beliau menjawab,
بِرُّ الْوَالِدَيْنِ
"Berbakti kepada kedua orang tua. "
Ditanyakan
lagi, 'Lalu apa lagi? " Beliau menjawab,
اَلْجِهَادُ فيِ سَبِيْلِ اللهِ
"Jihad di jalan Allah." (Disepakati keshahihannya.
HR. Al-Bukhari dalam Mawaqit ash-Shalah (527); Muslim dalam al-Iman
(58) dengan sedikit perbedaan).
Beliau mendahulukan berbakti
kepada kedua orang tua daripada jihad. Pernah seorang laki-laki
menghadap Rasulullah صلی الله عليه وسلم,
untuk meminta izin, laki-laki tersebut berkata,
"Wahai
Rasulullah, aku ingin berjihad bersamamu." Beliau bertanya, "Apakah
kedua orang tuanya masih hidup?" Ia menjawab, "Masih."
Beliau bersabda, "Kalau begitu, berjihadlah pada keduanya."
(HR. Al-Bukhari dalam al-Jihad (3004); Muslim dalam Al-Birr (2549)).
Dalam
riwayat lain disebutkan, bahwa beliau bersabda,
اِرْجِعْ إِلَيْهِمَا فَاسْتَأْذِنْهُمَا فَإِنْ أَذِنَا لَكَ
فَجَاهِدْ وَإِلاَّ فَبِرَّهُمَا
"Kembalilah kepada mereka berdua lalu mintalah izin dari mereka.
Jika mereka mengizinkanmu, maka berjihadlah, tapi jika tidak, maka
berbaktilah kepada mereka. " (HR. Abu Daud dalam al-Jihad
(2530); Ahmad (27320) dari hadits Abu Sa'id).
Sementara anda,
itu adalah ibu anda, maka sayangilah ia dan berbuat baiklah
kepadanya sampai ia rela terhadap anda. Ini berlaku untuk jihad
karena keinginan sendiri dan selama penguasa/pemerintah tidak
memerintahkan untuk berangkat.
Namun bila datang serangan
menghampiri anda, maka pertahankanlah diri anda atau saudara-saudara
anda seiman, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah. Begitu
juga bila penguasa memrintahkan anda untuk berangkat berperang,
walau-pun tanpa restu ibu anda, hal ini berdasarkan firman Allah سبحانه
و تعالى,
"Hai
orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada
kamu, 'Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah' kamu merasa
berat dan ingin tinggal ditempatmu. Apakah kamu puas dengan
kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? padahal
kenikmatan hidup di dunia (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat
hanyalah sedikit. Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya
Allah akan menyiksa dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu)
dengan kaum yang lain, dan tidak akan dapat memberi kemudharatan
kepadaNya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. "
(At-Taubah: 38-39).
Dan sabda Nabi صلی
الله عليه وسلم,
"Dan
jika kalian diperintahkan untuk pergi berperang, maka berangkatlah. "
(Disepakati keshahihannya. HR. Al-Bukhari dalam Jaza' ash-Shaid
(1834); Muslim dalam al-Hajj (1353)).
Semoga Allah
menunjukkan semuanya kepada apa yang dicintai dan diridhaiNya.
Rujukan:
Majalah al-Buhuts, nomor 34, hal. 146-147, Syaikh
Ibnu Baz.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit
Darul Haq.
No comments:
Post a Comment